Minggu, 24 November 2013

Homeschooling Sebagai Alternatif Pendidikan


Dewasa ini, mulai banyak orang tua yang menemukan ketidakpuasan akan pendidikan formal yang diterima oleh anak mereka. Mereka melihat berdasarkan nilai rapor dan prestasi yang diraih. Selain itu, mereka juga melihat dari kondisi mental anak yang terus-terusan belajar, hingga terkesan dipaksa untuk memperoleh nilai rapor yang bagus. Anak akan merasa tertekan dengan perlakuan semua itu.
           
Oleh karena itu, mereka mencari alternatif metode pembelajaran yang efektif dan berkualitas, salah satunya yang mulai berkembang adalah metode Homeschooling. Metode Homeschooling ini sangat cocok untuk mengembangkan bakat tiap siswa yang berbeda-beda. Selain itu , pertanggung jawaban atas pendidikan sepenuhnya dipegang oleh orang tua siswa sendiri sehingga bisa mengontrol perkembangan anak.
           
Homeschooling sendiri berasal dari Bahasa Inggris, dari kata “Home” yang berarti Rumah, dan “School” yang berarti Sekolah, arti aslinya sekolah-rumah. Homeschooling awalnya berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Dan untuk pengertian Homeschooling secara umum adalah pendidikan yang dilakukan di rumah dengan pengawasan orang tua secara penuh dengan materi yang disesuaikan dengan bakat.

Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah di Amerika. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.

Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka

Peran dan komitmen serta orang tua dalam hal ini sangat penting dan dibutuhkan. Mereka harus memilih materi-materi yang akan diajarkan kepada peserta didik, yang tentunya harus memiliki bobot yang tinggi, sesuai dengan standar yang ada. Selain itu mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya. Tak jarang mereka mengimpor langsung perangkat Homeschooling dari negeri asalnya, Amerika Serikat.

Departemen Pendidikan Nasional sendiri menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang disebutkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi, “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.” (pasal 27:ayat 2).

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).

Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling, seperti Morning Star Academy dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Ada juga beberapa lembaga Homeschooling swasta, seperti Morning Star Academy.


Faktor-faktor pemicu penerapan Homeschooling adalah :


Pertama  kurang efektifnya atau gagalnya pendidikan umum atau formal. Maksudnya, para orang tua yang anaknya bersekolah di sekolah umum merasa bahwa pendidikan yang dienyam anaknya kurang memiliki hasil yang kompeten, bahkan anak merasa tertekan karena harus memelajari sebegitu banyaknya materi di sekolah. Seharusnya anak dibina sesuai dengan bakat minatnya masing-masing.


Kedua adalah Teori Inteligensi ganda. Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Pada awalnya, ia berpendapat bahwa kecerdasan manusia hanya ada 7. Tetapi akhirnya ia menambahkan 2 macam kecerdasan baru dalam pendapatnya tersebut.


Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.

Ketiga adalah Banyaknya sosok terkenal lulusan Homeschooling. Ternyata metode pendidikan Homeschooling juga telah mencetak beberapa tokoh-tokoh penting, bahkan ilmuwan. Seperti misalnya Thomas Alfa Edison, penemu lampu bohlam dan juga Benjamin Franklin. Juga ada tokoh patriotis Indonesia yang merupakan lulusan Homeschooling, seperti KI Hajar Dewantara dan KH Agus Salim.

Keempat adalah Tersedianya aneka sarana.Jika sebuah keluarga menyelenggarakan  metode Homeschooling pada anak mereka, maka secara otomatis orang tua mempunyai tanggung jawab penuh mengenai jalannya proses pendidikan. Sehingga mereka bisa memfasilitasi apapun yang tenaga pengajar dan peserta didik selama proses KBM.

Sebagian besar orang lebih memilih sistem pendidikan formal kepada anaknya dengan alasan pendidikan itu lebih valid. Namun bagi sebagian orang ada yang juga lebih memercayai metode pendidikan Homeschooling dengan alasan pembelajaran dapat disesuaikan dengan bakat minat peserta didik.

Perbedaan antara Homeschooling dan Sekolah formal adalah  Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua. Untuk masalah biaya, sekolah formal biayanya telah ditentukan pihak sekolah, sedangkan Homeschooling bebas ditentukan oleh orang tua sendiri.

Kurikulum Homeschooling pada dasarnya berbeda dengan kurikulum yang digunakan pada sekolah umum. Kurikulum Homeschooling adalah kurikulum khusus dimana pembelajaran pengembangan bakat lebih diutamakan sehingga jam pembelajaran untuk pengembangan bakat lebih lama. Tetapi karena kurikulum yang ada di Indonesia hanyalah kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional, maka pendidikan Homeschooling mengacu pada kurikulum tersebut. Hal ini terjadi sebaliknya di luar negeri yang tersedia banyak macam kurikulum. Kadang mereka yang menerapkan Homeschooling bisa mengimpor kurikulumnya dari Amerika Serikat.

Perbedaan antara kurikulum Homeschooling dengan kurikulum sekolah formal adalah terletak pada pembelajaran bakatnya. Pada Homeschooling pengembangan bakat lebih utama dan wajib, namun juga tidak mengesampingkan materi pelajaran seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam. Tetapi pada pembelajaran formal peserta didik dituntut untuk menguasai dua belas bidang pelajaran, sedangkan pengembangan bakatnya hanya diletakkan dalam Ekstrakurikuler yang memiliki jam pelajaran yang sedikit sehingga hasilnya tidak maksimal.

Jika kita menerapkan Homeschooling, maka akan banyak yang anak kita akan dapatkan, antara lain Homeschooling itu bebas disesuaikan dengan kemauan anak dan orang tua. Anak akan lebih terlindung dari bahaya pergaulan bebas yang membahayakan seperti narkoba karena mendapat pengawasan penuh dalam bergaul. Selain itu juga biaya homeschooling dapat disesuaikan dengan pribadi masing-masing. Dan yang lebih penting, kemampuan anak di bakatnya jauh lebih siap dan matang,

Di sisi lainnya, Homeschooling masih memiliki kekurangan. Kekurangan itu antara lain orang tua yang memiliki anak Homeschooling harus memberikan perhatian secara penuh kepada anaknya. Selain itu anak Homeschooling biasanya memiliki kelemahan dalam hal bersosialisasi dan berorganisasi karena pendidikan mereka terfokus pada lingkungan rumah.

Pemerintah Indonesia telah mengakui keberadaan dan segala sesuatu dari Homeschooling. Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 yang bunyinya telah disebutkan di paragraf atas. Jadi semisal ada anak lulusan Homeschooling setara dengan tingkat SMA dan ingin melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi umum maka tetap bisa dengan menyerahkan surat hasil ujian penyetaraan sebagai ganti dari ijazah.

Jadi kesimpulannya adalah pendidikan Homeschooling lebih cocok diterapkan pada anak didik karena lebih mengutamakan bakat yang dimiliki peserta ketimbang memperoleh nilai yang bagus di semua bidang pelajaran. Dengan metode ini, peserta didik akan merasa senang dan nyaman dalam menempuh pendidikan. Siswa lulusan Homeschooling juga dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya melalui sekolah formal  meskipun tidak memiliki ijazah. Dan kurikukulumnya pun berbeda, yaitu lebih menekankan pada pengembangan bakat minat sehingga waktu pembelajaran bakat minat lebih lama. Sedangkan sekolah formal mengharuskan siswanya menguasai dua belas bidang pelajaran yang belum tentu sesuai dengan bakat siswa.



Sumber :
1.    http://en.wikipedia.org/wiki/Homeschooling
3.    http://www.daramaina.com/2009/01/penerapan-kurikulum-diknas-dalam.html
4.   Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.2003.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional

0 komentar:

Posting Komentar